Ada yang
mengganggu saya dalam pemberian istilah-istilah pada komunitas tifosi di Indonesia, khususnya
yang berkaitan dengan kesetaraan gender antara tifosi laki-laki dan perempuan.
Pendukung klub Internazionale, misalnya, disebut sebagai Interista (kalau
tunggal) dan Interisti (kalau jamak). Anehnya mereka menciptakan istilah khusus
bagi tifosi Inter yang berjenis kelamin perempuan: Internona. Ini sebutan yang
hanya ada di Indonesia.
Tapi saya tidak peduli mereka. Saya tidak pernah dan tidak akan pernah menyukai
Inter, tim medioker, pecundang Kota Milano ini.
Di kalangan pendukung Lazio terjadi fenomena
serupa. Yang ini saya peduli dan prihatin, karena saya cinta Lazio dan akan
selalu begitu. Pendukung Lazio disebut sebagai Laziale (untuk tunggal)
dan Laziali (untuk jamak). Tidak seperti bahasa Jerman, bahasa Italia
tidak membedakan kata menurut gendernya. Jadi, baik yang laki-laki, perempuan
maupun yang waria sekalipun, pendukung Lazio tetap saja disebut Laziale.
Celakanya, di Indonesia digunakan istilah khusus
untuk pendukung Lazio berjenis kelamin perempuan: Lazialita. Lebih
celaka lagi, berlainan dengan Internona yang hanya ada di Indonesia,
istilah Lazialita ini ada dalam bahasa Italia. Tetapi artinya sangat
jauh
berbeda dengan pengertian Lazialita yang dikenal di sini. Lazialita
berarti
segala sesuatu yang berkaitan dengan Lazio, ke-Lazio-an, atau semangat
Lazio. Nama profil saya yang memakai kata "Lazialita Biancocelesti",
misalnya, berarti "semangat lazio yang berwarna putih-birulangit" dan
bukan "pendukung lazio cewek yang berwarna putih-birulangit".
Mengapa Tak Ada Lazianto dan Laziudin?
Sebetulnya sah-sah saja jika pendukung Lazio di
Indonesia jika ingin membuat istilah sendiri berdasarkan perbedaan jenis
kelamin. Pertanyaannya, mengapa hanya digunakan Lazialita untuk yang perempuan?
Mengapa untuk yang laki-laki tidak diberi istilah khusus: Lazianto atau Laziudin
misalnya? Tetapi dengan pongahnya mereka tetap memakai istilah Laziale bagi
pendukung yang laki-laki, sementara pendukung yang perempuan tidak berhak
mengatakan bahwa dirinya seorang Laziale tetapi Lazialita.
Apakah ini sesuatu yang artifisial saja? Tidak
juga. Buktinya ada grup yang namanya “Komunitas Laziale-Lazialita Mencari
Cinta # KOALA MECHI”. Penyebutan Laziale-Lazialita dalam dua kata terpisah berarti
Lazialita itu bukan Laziale, alias Lazialita (yang diartikan pendukung
Lazio yang perempuan) bukan Laziale (pendukung Lazio). Rancu dan bias gender!
Implikasi lain dari diskriminasi gender ini terjadi
pada “mindset” pendukung Lazio yang laki-laki. Sangat sering saya membaca
postingan atau komentar seperti, “Apakah ada Lazialita yang bener-bener suka
Lazio? Pasti mereka ikut suka Lazio karena pacarnya seorang Laziale.”
Pelecehan Gender Berkedok Pujian
Sangat sering juga terjadi, pelecehan gender yang
seolah-olah dibungkus dengan pujian, “Hebat banget, seorang Lazialita tapi
punya pengetahuan yang baik tentang Lazio.” Atau, “Kamu hebat, seorang
Lazialita tapi bisa bikin tulisan tentang Lazio.” Memangnya hanya laki-laki
yang bisa punya pengetahuan dan mampu membuat tulisan tentang suatu hal, dan
perempuan itu mahluk super tolol yang seharusnya tidak tahu apa-apa serta mampu
membuat tulisan? Saya menganggap pujian seperti itu sebetulnya sengaja bermaksud
melecehkan, karena yang pujian berfokus kepada gendernya, keperempuanannya,
bukan pada outputnya. Pengetahuan atau tulisan itu bagus, hebat atau tidak,
semuanya tergantung isinya, bukan apakah penulisnya laki-laki atau perempuan.
Beberapa kali saya juga mengalami, seorang Laziale
yang laki-laki “add” saya di pertemanan Facebook. Ketika saya “approve”, maka
dia akan membuat wallpost atau message: “Kok kamu cewek bisa suka Lazio sih,
alasannya apa?” bahkan pernah, “Bener nih kamu Lazialita? Kalo bener, coba,
Lazio dapet scudetto tahun berapa aja?”
http://galuhtrianingsihlazuardi.blogspot.com/2012/09/bias-gender-pada-istilah-laziale-dan.html?spref=tw